BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Otitis media adalah inflamasi pada bagian telinga
tengah. Telinga tengah adalah organ yang
memiliki penghalang yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu
keadaan jika terdapat infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara
alamiah terdapat mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga
tengah oleh enzim pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba
eustachii.
Otitis media sebenarnya
adalah diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15
tahun. Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti
obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi
jaringan disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik
( eg : rhinitis alergika) dan sering diawali dengan infeksi pada saluran napas
seperti radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat
saluran Eustachius. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya
ialah rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai
mendengar suara dengung (tinitus).
Sebagaimana halnya dengan
kejadian infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan
salah satu penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75%
anak mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan
hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris,
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.4
Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
1.2 Rumusan masalah
- Apa pengertian dari Otitis Media ?
- Apa saja etiologi dari Otitis Media?
- Apa manifestasi klinik dari Otitis Media?
- Bagaimana pemeriksaan penunjang dan Diagnostik ?
- Bagaimana penatalaksanaan Medis dan keperawatan dari Otitis Media?
- Bagaimana komplikasi dari Otitis Media?
- Bagaimana pengkajian asuhan keperawatan dari Otitis Media?
1.3 Tujuan
1.3.1
Tujuan umum
Mahasiswa mampu
menerangkan asuhan keperawatan pada pasien dengan “Otitis Media”
1.3.2
Tujuan khusus
Mahasiswa mampu :
1.
Melakukan
pengkajian pada pasien dengan otitis media
2.
Merumuskan
diagnosa keperawatan (NANDA)
3.
Menetapkan
indicator keberhasilan (NOC)
4.
Merumuskan
intervensi keperawatan (NIC)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. ANATOMI
DAN FISIOLOGI ORGAN
Telinga terdiri dari
beberapa bagian
1. Telinga bagian luar
a.
Aurikula (daun telinga).
Menampung
gelombang suara datang dari luar masuk ke dalam telinga.
b. Meatus akustikus eksterna (liang
telinga)
Saluran
penghubung aurikula dengan membran timpani (terdiri tulang rawan & keras,
saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea & kelenjar keringat,
khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum).
c.
Membran timpani
Selaput
gendang telinga batas antara telinga luar & telinga tengah.
2. Telinga tengah
a.
Kavum
timpani
Rongga
didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran (maleus, inkus dan
stapes).
b.
Antrum
timpani
Rongga
tidak teratur terletak di bawah samping dari kavum timpani.
c.
Tuba
auditiva eustaki
Saluran tulang rawan yang berjalan miring ke bawah
agak kedepan.
Telinga tengah tersusun atas membran timpani
(gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah
telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran
kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini
sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi
osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring
berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli)
yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian,
otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela
oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan
telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara
dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara.
Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes
ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela
bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan
dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan
fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya
sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii
tertutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan
manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase
untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan
atmosfer.
3.
Telinga bagian dalam
a.
Labirin osseus
Serangkaian
saluran bawah dikelilingi oleh cairan (perilimfe).
1) Vestibulum.
2) Koklea.
3) Kanalis semi sirkuler.
b.
Labirintus membranosus
1)
Utrikulus.
2)
Sakulus.
3)
Duktus semi sirkularis.
B. LANDASAN
TEORITIS PENYAKIT
1. Definisi
Otitis
berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media
berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.
Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media
yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
1.
Otitis media akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
2.
Otitis media serosa
Otitis
media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai
akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi
tuba eustachii.
3.
Otitis media kronik
Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani.Otitis Media Kronik sendiri adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh
episode berulang Otitis Media Akut yang tak tertangani.
2. Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri-bakteri
saluran pernafasan bagian atas dan bakteri piogenik seperti streptococcus
haemolyticus, staphylococcus aureus, pneumococcus, haemophylus influenza,
escherecia coli, streptococcus anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas
aerugenosa.
Penyebab lainnya yaitu virus. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
pada anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza
virus, atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza
virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk
terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
3. Manifestasi klinis
·
Otitis Media Akut
Gejala otitis media dapat
bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan sementara atau
sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
· Membrane
tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang dapat dilihat,
tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan positif atau
negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan ke otoskop
), dapat mengalami perforasi.
· Otorrhea,
bila terjadi rupture membrane tymphani
· Keluhan
nyeri telinga ( otalgia )
· Demam
· Anoreksia
· Limfadenopati
servikal anterior
·
Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa
penuh atau gatal dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup
atau berderik, yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane
tymphani tampak kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi
pneumatik, dan dapat terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram
biasanya menunjukkan adanya kehilangan pendengaran konduktif.
·
Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan
berbagai derajat kehilangan pendengaran dan terdapat otorrhea intermitten atau
persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak ada nyeri kecuali pada kasus
mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler menjadi nyeri tekan dan bahkan
merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya tidak menyebabkan nyeri.
Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan adanya perforasi, dan kolesteatoma
dapat terlihat sebagai masa putih di belakang membrane timpani atau keluar ke
kanalis eksterna melalui lubang perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak
terlihat pada pemeriksaan oleh ahli otoskopi. Hasil audiometric pada kasus
kolesteatoma sering memperlihatkan kehilangan pendengaran konduktif atau
campuran.
4. Pemeriksaan penunjang dan diagnostic
Pemeriksaan diagnosis :
·
Otoscope untuk
melakukan auskultasi pada bagian telinga luar
·
Timpanogram untuk
mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
·
Kultur dan uji
sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis (Aspirasi jarum dari
telinga tengah melalui membrane timpani).
5. Penatalaksanaan medis dan keperawatan
·
Penatalaksanaan
medis
Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada
efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi
terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien
Antibiotik dapat digunakan untuk
otitis media akut. Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua –
digunakan bila diperkirakan organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah
amoksisilin dengan klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau
trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan
eritronmisin dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
Untuk otitis media serosa (
otitis media dengan efusi ), terapi yang umum dilakukan adalah menunggu.
Keadaan ini umumnya sembuh sendiri dalam 2 bulan.
Untuk otitis media serosa yang
persisten, dianjurkan untuk melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur
bedah dengan memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani.
Hal ini memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative
dan memungkinkan drainase cairan.
·
Penatalaksanaan Keperawatan
1.
Mengkompres hangat
2.
Mengkaji nyeri
3.
Mengurangi kegaduhan pada lingkungan
klien
4.
Memberikan informasi segala yang
terkait dengan penyakit otitis media
5.
Instruksikan kepada keluarga tentang
komnikasi yang efektif
6. Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan
komplikasi, yaitu abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningtis
dan abses otak). Sekarang setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu
biasanya didapatkan sebagian komplikasi dari OMSK.
7. WOC (terlampir)
C. LANDASAN
TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN
1.
Pengkajian
a. Identitas
pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No.RM :
Tgl. Masuk RS :
b.
Riwayat
Kesehatan
·
Keluhan utama
Biasanya klien merasa
Sakit telinga/nyeri pada telinga, Penurunan/tak ada ketajaman pendengaran pada
satu atau kedua telinga,Perasaan penuh pada telinga, Suara bergema dari suara
sendiri
Bunyi “letupan” sewaktu
menguap atau menelan dan Cairan telinga;
hitam, kemerahan, jernih, kuning
·
Riwayat kesehatan
dahulu
Biasanya klien memiliki
riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga, alergi
·
Riwayat kesehatan
sekarang
Biasanya klien merasakan :
a.
Sakit telinga/nyeri
b.
Penurunan/tak ada
ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga
c.
Tinitus
d.
Perasaan penuh pada
telinga
e.
Suara bergema dari
suara sendiri
f.
Bunyi “letupan” sewaktu
menguap atau menelan
g.
Vertigo, pusing, gatal
pada telinga
h.
Tanda-tanda vital (suhu
bisa sampai 40o C), demam
i.
Tipe warna 2 jumlah
cairan
j.
Cairan telinga; hitam,
kemerahan, jernih, kuning
·
Riwayat kesehatan
keluarga
Apakah ada keluarga
yang menderita penyakit ini sebelumnya.
c. Pemeriksaan
Fisik
1. Keadaan umum
2.Pemeriksaan Head to toe
a. Kulit, rambut, dan kuku
1)Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan
vaskularisasi
2)Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
2)Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya abnormalitas
3)Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema, dan massa
b. Kepala:
1)Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit
kepala (lesi, massa)
2)Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
2)Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari tengah garis kepala ke samping. Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan, kekuatan akar rambut.
c.Mata
1)Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisannya
2)Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
2)Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak dibawah bidang orbital.
3)Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/
membuka kelopak mata. Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea)
dengan berdiri disamping klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
d.Hidung
1)Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk,
kesimetrisan, adanya deformitas atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung
adanya nyeri, massa dan nyeri, massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi
sinus-sinus hidung.
3)Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di
depan lubang hidung dan minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara
neres kanan dan kiri, kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien
mengangkat kepala kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi,
cairan, massa, dan pembengkakan.
e.Telinga
1)Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan
adanya lesi.
3)Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui
jaringan lunak. Tekan tragus kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga
(bila peradangan akan nyeri).
4)Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
f.Mulut dan faring
1) Inspeksi warna dan mukosa bibir,
lesi, dan kelainan koninetal
2) Melakukan pemeriksaan pembedaan
rasa pada ujung lidah (nervus)
3)Menguji sensasi faring (berkata
”ah”). (nervus vagus).
g.Leher
1)Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit,
adanya pembengkakakn, jaringan parut atau massa (muskulus
sternokleidomastoideus)
2)Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri
(nervus aksesorius)
3)Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien
menelan dan amati gerakan kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya
tidak dapat dilihat)
4)Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)Palpasi kelenjar tiroid
h.Thorak
1)Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest,
pigeon chest, funnel chest).
2)Palpasi adanya krepitus pada kosta
3)Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan
inspeksi payudara: bentuk, ukuran.
i.Paru
1)Inspeksi kesimetrisan paru
2)Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien
menebutkan angka atau huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan
dan kiri.
3)Perkusi dari puncak paru ke bawah
(supraskapularis/3-4 jari dari pundak sampai dengan torakal 10). Catat suara
perkusi: sonor/hipersonor/redup.
4)Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
4)Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler, bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.Jantung dan pembuluh darah
1)Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical.
2)Palpasi area aorta pada interkosta ke-2 kanan,
pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4
kiri daerah trikuspidalis, dan mitral pada interkosta 5 kiri.
3)Perkusi untuk mengetahui batas jantung
(atas-bawah, kanan-kiri).
4)Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik
(tiap katup jantung), dan adanya bunyi jantung tambahan.
5)Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba
kekuatan denyut nadi.
k.Abdomen
1)Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya
pembesaran, datar, cekung, kebersihan umbilikus)
2)Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur
dalam 1 menit, bising usus)
3)Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan
suprapubik.
4)Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
l.Genitourinari
1)Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
1)Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)Inspeksi alat kelamin/genitalia
wanita: kebersihan, lesi,massa, keputihan, perdarahan, ciran, bau, pertumbuhan
rambut.
m.Ekstremitas
1)Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
1)Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)Palpasi: tonus otot, kekuatan
otot
3)Kaji sirkulasi: akral
hangat/dingin, warna, capillary reffil time, danedema
4)Kaji kemampuan pergerakan sendi
3. Pemeriksaan Telinga
Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung
sementara membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop
dan palpasi tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic.
1)
Pengkajian Fisik.
Inspeksi
telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanya:
·
deformitas, lesi,
·
cairan begitu pula ukuran,
·
simetris dan sudut penempelan
ke kepala.
Gerakan
aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut.Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan)
terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya
menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala
dan struktur wajah.
Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani,
kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
·
Otoskop dipegang dengan satu
tangan sementara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan
ditarik ke atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus
kanal pada orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas
membrana timpani.
·
Spekulum dimasukkan dengan
lembut dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar
otoskop untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang
dapat dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut
ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang
dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar
ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
GAMBAR.Teknik untuk menggunakan otoskop.
·
Setiap adanya cairan,
inflamasi, atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
·
Membrana, timpani sehat
berwarna mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars
tensa dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
·
Gerakan memutar lambat spekulum
memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan
warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut cahaya
dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus
dicatat.
·
Pemeriksaan otoskop kanalis
auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi
kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis
eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
·
Bila serumen sangat lengket
maka sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis
telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
2)
Ketajaman Auditorius.
·
Perkiraan umum pendengaran
pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji kemampuan pasien
mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan.
·
Bisikan lembut dilakukan oleh
pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing
telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
·
Pemeriksa menutup telinga yang
tak diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga
yang tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal
dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam
tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri
(dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang
jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan
menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara
mengkaji ketajaman auditorius.
3)
Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan
kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan sensorineural
·
Uji Weber
Memanfaatkan
konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara.Sebuah garpu tala
dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa.Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien.Pasien ditanya apakah
suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu
dengan pendengaran normal akan mendengar suara seimbang pada kedua telinga atau
menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an
pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis media), suara akan lebih jelas
terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi akan menghambat
ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila terjadi
kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pendengaran
unilateral.
·
Uji Rinne
Gagang
garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid
(kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara.Kemudian garpu
tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus
(konduksi uda-ra).Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara,
menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang.
Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi
udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal telah menghilang, pasien
sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui mekanisme konduktif yang
biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural memungkinkan suara yang
dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun keduanya merupakan
konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh dan lemah.
4. Prosedur Diagnostik
Auditorius dan Vestibuler
Dalam
mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer adalah satu-satunya instrumen
diagnostik yang paling penting.
Uji
audiometri ada dua macam:
1)
audiometri nada-murni, di mana
stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin keras nada sebelum
pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan pende¬ngarannya), dan
2)
audiometri wicara, di mana kata
yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan mendengar dan membedakan
suara.
Ahli
audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada
yang didengarkan.Ketika nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis
auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi udara.Bila stimulus diberikan pada
tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji
konduksi saraf.Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan
yang kedap suara.Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan
audiogram.
Frekwensi
Merujuk pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber
bunyi per detik siklus perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu
mendengar suara dengan kisaran frekwensi dari: 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai
2000 Hz yang paling penting untuk memahami percakapan sehari-hari (yang dikenal
sebagai kisaran wicara.Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekwensi; nada
dengan frekwensi 100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz
dianggap sebagai nada tinggi.Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas
suara) adalah desibel (dB), tekanan yang ditimbulkan oleh rsuara.Kehilangan
pendengaran diukur dalam decibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas
dan tidak bisa dengan mudah dikonversikan ke persentase.
Ambang kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB.Beberapa contoh
internsitas suara yang biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang
sunyi, terjadi pada sekitar 15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang
jet sejauh kaki, tercatat sekitar 150 dB.Suara yang lebih keras i 80 dB
didengar telinga manusia sangat keras.Suara yang terdengar tidak nyaman dapat
merusak telinga dalam.
Timpanogram atau audiometri impedans, mengrefleks otot telinga
tengah terhadap stimulus suara, kelenturan membrana timpani, dengan mengubah
teh udara dalam kanalis telinga yang tertutup (Gbr. Kelenturan akan berkurang
pada penyakit telinga tertutup)
Respons batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response)
adalah potensial elektris yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII
(narvus akustikus) alur auditori asendens batang otak sebagai respons stimulasi
suara. Merupakan metoda objektif untuk mengukur pendengaran karena partisipasi
aktif pasien sama sekali dak diperlukan seperti pada audiogram perilaku.
Elektroda ditempatkan pada dahi pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam
bentuk detak, diperdengarkan ke telinga.pengukuran elektrofisiologis yang
dihasilkan dapat di tentukan tingkat desibel berapa yang dapat didengarkan
pasien dan apakah ada kelainan sepanjang alur syaraf, seperti tumor pada nervus
kranialis VIII.
Elektrokokleografi (ECoG) adalah perekaman potensial
elektrofisologis koklea dan nervus kranialis VIII bagai respons stimuli
akustik.Rasio yang dihasilkan digunakan untuk membantu dalam mendiagnosa
kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti penyakit Mniere dan fistula perilimfe.Prosedur
ini dilakukan dengan menempatkan elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik
di kanalis auditorius eksternus tepat di dekat membrana timpani atau melalui
elektroda transtimpanik yang diletakkan melalui mambrana timpani dekat mem-bran
jendela bulat. Untuk persiapan pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai
diuretika selama 48 jam sebelum uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di
dalam telinga tidak berubah.
Elektronistagmografi (ENG) adalah pengukuran dan grafik yang
mencatat perubahan potensial elektris yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama
nistagmus yang ditimbulkan secara spontan, posisional atau kaloris.Digunakan
untuk mengkaji sistem okulomotor dan vestibular dan interaksi yang terjadi
antara keduanya.Misalnya, pada bagian kalori uji ini, udara atau air panas dan
dingin (uji kalori bitermal) dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan
kemudian gerakan mata diukur. Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga
kanalis semisirkularis lateralis paralel dengan medan gravitasi dan duduk
sementara elektroda dipasang pada dahi dan dekat mata. Pasien diminta tidak
meminum supresan vestibuler seperti sedativa, penenang, antihistarnin, atau
alkohol, begitu pula stimulan vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum
pengujian. ENG dapat membantu diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan
tumor kanalis auditorius internus atau fosa posterior.
Posturografi platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan
mengontrol postural.Diuji integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif
(integrasi sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota
bawah.Pasien berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai
kondisi ditampilkan, seperti panggung bergerak dengan layar bergerak.
Ambang penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana
pasien mampu tepat membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana.Pembedaan
wicara menentukan kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam
bentuk kata, dalam tingkat desibel dimana suara masih terdengar.Pasien terhadap
enam kondisi yang berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu.
Persiapan uji ini sama dengan pada ENG.
Percepatan harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic
acceleration), atau kursi berputar, mengkaji sisiem vestibulookuler dengan
menganalisis gerakan mata kopensatoris sebagai respons putaran searah atau
berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji SHA tak dapat mengidentifikasi
sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun sangat berguna untuk
mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses penyembuhanya, persiapan
pasien sama dengan yang diperlukan pada ENG.
d. Pengkajian
11 fungsional Gordon
1. Pola
persepsi dan manajemn kesehatan
Biasanya klien yang mengalami penyakit
otitis media ini tidak mempedulikan sebuah gejala kecil yang ditimbulkan,
misalnya nyeri pada telinga sehingga ini menyebabkan penanganan kesehatan tidak
secepatnya dilakukan. Klien akan segera berobat ke pelayanan kesehatan jika
sudah mencapai stadium lanjut seperti keluarnya cairan dari telinga dan nyeri
yang dirasakan secara terus-menerus.
2. Pola nutrisi –
metabolik
Biasanya pada sebagian klien otitis
media mengalami anoreksia, mual dan muntah.
3. Pola eliminasi
Biasanya
klien dengan Otitis media tidak mengalami masalah terhadap pola eliminasai Namun,
pengeluaran secret atau cairan yang keluar dari telinga harus diperhatikan
banyaknya dan warna cairan.
4. Pola aktivitas – latihan
Biasanya klien dengan otitis media
mengalami gangguan dalam beraktifitas karena nyeri yang dirasakan.
5. Pola istirahat
dan tidur
Biasanya klien merasa istirahat dan
tidurnya terganggu akibat nyeri yang dirsakan.
6. Pola kognitif –
perseptual
Biasanya klien mengalami penurunan pendengaran karena
masuknya bakteri patogenik ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril
dan tidak berpengaruh terhadap
penglihatannya.
7. Pola
persepsi-konsep diri
Biasanya klien dengan otitis media akan
menjauhi lingkungan sekitarnya karena memikirkan penyakitnya, merasa cemas, malu, depresi
ataupun takut akan menularkan penyakitnya kepada orang
lain.
8. Pola hubungan-peran
Biasanya klien akan merasa harga diri
rendah, minder, dan menjauh dari lingkungan karena malu akibat bau busuk pada
cairan yang keluar dari telinganya. Keluarga berperan membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya, memotivasi
klien dan juga membantu aktivitas sosial antara klien dengan keluarga dan
lingkungan sekitar.
9. Pola seksual –
reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan dalam
pola seksualitas karena merasa malu dan rendah diri terhadap penyakitnya.
10. Pola koping dan
toleransi stress
Biasanya klien dengan otitis media
mengalam cemas dan takut terhadap penyakitnya.
11. Pola nilai dan
keyakinan
Biasanya
klien tidak mengalami gangguan dalam menjalani ibadahnya dan semakin
mendekatkan diri pada Tuhan untuk kesembuhan penyakitnya.
2.
Perumusan diagnosa (NANDA), Penentuan
Kriteria hasil (NOC), Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)
No
|
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Nyeri
akut b.d stimulus nyeri
Defenisi
:
Sensori yang tidak menyenangkan
dan pengalaman emosional yang muncul secara aktual atau potensial, kerusakan
jarigan atau menggambarkan adana kerusakan
|
KONTROL
NYERI
Tindakan yang
dilakukan seseorang untuk mengontrol nyeri
Indikator
:
·
mengenali faktor
penyebab
·
menggunakan metode
pencegahan
·
mengguanakan metode
nonanalgetik untuk mengurangi nyeri
·
menggunakan analgesik
sesuai kebutuhan
·
mengenali
gejala-gejala nyeri
·
mencatat pengalaman
nyeri sebelumnya
·
menyatakan nyeri
sudah terkontrol
TINGKAT
NYERI
hasil observasi atau
laporan tentang tingkat nyeri
Indikator
:
·
melaporkan adanya
nyeri
·
luas bagian tubuh
yang terpengaruh
·
frekuensi nyeri
berkurang
·
pernyataan nyeri
tidak ada
·
ekspresi nyeri pada
wajah tidak ada
·
tekanan darah normal
keteganggan otot normal.
TINGKAT
KENYAMANAN
Definisi :
Tingkatan dari ketentraman fisik dan psikologis
Indicator :
·
Mampu melaporkan
perkembangan fisik
·
Mampu melaporkan
perkembangan kepuasan
·
Mampu melaporkan
perkembangan psikologi
·
Mampu mengekspresikan
perasaan dengan lingkungan fisik sekitar
·
Mampu mengekspresikan
perasaan dengan hubungan social
·
Mampu mengekspresikan
perasaan secara spiritual
·
Mampu melaporkan
kepuasan dengan tingkatan mandiri
·
Mampu mengekspresikan
kepuasan dengan kontrol nyeri
|
MANAJEMEN
NYERI
·
lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
·
observasi reaksi non verbal
dari ketidaknyamanan
·
gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
·
kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
·
evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
·
evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
·
bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan dukungan
·
kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
·
kurangi faktor presipitasi
·
pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
·
kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
·
ajarkan tentang teknik non
farmakologi
·
berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
·
evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
·
tingkatkan istirahat
MANAJEMEN
LINGKUNGAN : KENYAMANAN
Aktifitas
:
· Tentukanpasien dantujuankeluargauntuk
pengelolaanlingkungan dankenyamanan optimal.
· Memberikanperhatian yang cepatuntuk
memanggilloncengyangharus selalu dalamjangkauan.
· Ciptakan lingkungan yangtenangdan
mendukung.
·
Sediakan
lingkungan yang amandan bersih
·
Sesuaikansuhu
kamardengan yangpaling nyamanbagi individu,jika mungkin
· Sesuaikanpencahayaanuntuk memenuhi
kebutuhakegiataninvidual, menghindari cahaya langsungdi mata
· Memfasilitasitindakan kebersihanuntuk
menjagaindividunyaman (menyeka alis, menerapkan krim kulit, atau
membersihkan tubuh, rambut, dan rongga
mulut)
·
Posisipasienuntuk
memfasilitasikenyamanan (misalnya,
dengan menggunakan prinsip-prinsipkesejajaran tubuh,
dukungan dengan bantal, sendi dukungan
ADMINISTRASI
ANALGESIK
Defenisi: menggunakan agen farmakologi untuk
mengurangi nyeri
Aktifitas:
·
Menentukan lokasi,
karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
·
Periksa order/pesanan
medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic
·
Cek riwayat alergi
obat
·
Tentukan analgesic
yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
·
Utamakan pemberian
secara IV dibanding IM sebagai lokasi penyuntikan, jika mungkin
·
Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama atau jika ada
catatan luar biasa.
·
Cek pemberian
analgesic selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeri tanpa rasa
sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
·
Mengevaluasi
efektivitas analgesic pada interval tertentu, terutama setelah dosis awal,
pengamatan juga diakukan melihat adanya tanda dan gejala buruk atau tidak
menguntungkan (berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi)
·
Dokumentasikan respon
pasien tentang analgesic, catat efek yang merugikan
|
2
|
Ggn
persepsi sensori pendengaran
Batasan
karakteristik:
Berubahnya
pola prilaku
Berubahnya
ketajaman panca indra
Gagal
penyesuaian
Distorsi pancaindera
Pengintegrasian
pancaindera yang terganggu
Pancaindera
yang terganggu
|
a.
Kontrol
cemas
Indikator
:
Pantau
intensitas kecemasan
Menyingkirkan
tanda kecemasan
Mencari
informasi untuk menurunkan cemas
Mempertahankan
konsentrasi
Laporankan
durasi dari episode cemas
b.
Kompensasi
Tingkah Laku Pendengaran
Indicator:
·
Pantau gejala
kerusakan pendengaran
·
Posisi tubuh
untuk menguntungkan pendengaran
·
Menghilangkan
gangguan
·
Memperoleh alat bantu
pendengaran
·
Menggunakan layananan
pendukung untuk pendegaran yang lemah
·
Memperoleh intervensi
yang berhubungan dengan pembedahan
|
a.
Peningkatan
komunikasi : deficit pendengaran
Aktivitas:
·
Janjikan untuk
mempermudah pemeriksaan pendengaran sebagaimana mestinya
·
Beritahu pasien bahwa
suara akan terdengar berbeda dengan memakai alat bantu
·
Jaga kebersihan alat
bantu
·
Mendengar dengan penuh
perhatian
·
Menahan diri dari
berteriak pada pasien yang mengalami gangguan komunikasi
·
Dapatkan perhatian
pasien melalui sentuhan
b.
Dukungan
emosi
Aktivitas:
·
Berdiskusi dengan
pasien tentang emosi yang dirasakan
·
Bantu pasien dalam
mengenali perasaan seperti cemas, marah, atau sedih
·
Dorong pasien untuk
mengunkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih
·
Perhatikan
pengungkapan perasaan dan keyakinan
·
Sediakan identifikasi
pasien terhadap pola tanggapan yang umum terhadap ketakutan
·
Beri dukungan selama
fase penolakan, marah, tawar menawar, dan fase penerimaan terhadap duka cita
·
Sediakan bantuan
dalam membuat keputusan
·
Rujuk ke konselor
sebagaimana mestinya
c.
Pencegahan
jatuh
Aktivitas:
·
Identifikasi
kelemahan kognisi dan fisik pada pasien yang barangkali meningkatkan potensi
untuk jatuh pada lingkungan tertentu
·
Identifikasi
karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan potensi untuk jatuh (misal
,lantai licin dan jenjang yang terbuka)
·
Sediakan alat bantu
(misal, tongkat dan alat bantu berjalan) untuk gaya berjalan yang kokoh
·
Pelihara alat bantu
supaya berfungsi dengan baik
Ajarkan pasien bagaimana cara
jatuh untuk meminimalkan cedera
|
3
|
Ansietas
Batasan karakteristik:
Scaning
dan kewaspadaan
Kontak
mata yang buruk
Ketidakberdayaan
meningkat
Kerusakan
perhatian
|
a.
Kontrol
cemas
Indikator :
Pantau
intensitas kecemasan
Menyingkirkan
tanda kecemasan
Mencari
informasi untuk menurunkan cemas
Mempertahankan
konsentrasi
Laporankan
durasi dari episode cemas
b.
Koping
Indikator:
Memanajemen
masalah
Melibatkan
anggota keluarga dalam membuat keputusan
Mengekspresikan
perasaan dan kebebasan emosional
Menunjukkan
strategi penurunan stress
Menggunakan
support sosial
|
Penurunan kecemasan
Aktivitas:
Tenangkan
klien
Jelaskan
seluruh posedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada
saat melakukan tindakan
Berikan
informasi diagnosa, prognosis, dan tindakan
Berusaha
memahami keadaan klien
Kaji
tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
Gunakan
pendekatan dan sentuhan, untuk meyakinkan pasien tidak sendiri.
Sediakan
aktivitas untuk menurunkan ketegangan
Bantu
pasien untuk identifikasi situasi yang mencipkatakan cemas
Instruksikan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Peningkatan koping
Aktivitas:
Hargai
pemahamnan pasien tentang pemahaman penyakit
Gunakan
pendekatan yang tenang dan berikan jaminan
Sediakan
informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis
Sediakan
pilihan yang realisis tentang aspek perawatan saat ini
Tentukan
kemampuan klien untuk mengambil keputusan
Bantu pasien
untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi keterbatasan dan
mengelola gaya hidup atau perubahan peran
|
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADA
TN.Y DENGAN OTITIS MEDIA
Klien Tn. Y (20 th) datang ke RS dengan keluhan nyeri
telinga, ketajaman pendengaran menurun sejak seminggu terakhir. Hasil pengkajian perawat
menunjukkan TD=120/80 mmHg, S= 37 C, adanya tinnitus (telinga berdenging),
otalgia (nyeri telinga), otore( keluar cairan di telinga), vertigo, pusing,
gatal pada telinga. Dengan otoskop tuba eustachius tampak bengkak, merah,
suram.Klien punya riwayat ISPA lama.Klien merasa cemas, menarik dan malu pada
lingkungan karena penyakitnya menimbulkan bau.
3.1
PENGKAJIAN
1. Biodata
Nama :
Tn. Y
Umur
: 20 tahun
Alamat
: Jl. Alai no. 45, Padang
Pekerjaan
: Mahasiswa
Agama
: Islam
2.
Anamnesa
1)
Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri pada telinga, sulit mendengar, dan terdengar
berdenging. Klien juga merasakan pusing dan gatal pada telinga sejak seminggu
terakhir.
2) Riwayat kesehatan sekarang
Klien mengeluh nyeri telinga dan
ketajaman pendengaran menurun.Adanya tinnitus, otalgia pada telinga sebelah
kanan sejak seminggu yang lalu.Klien mengalami otore yang menimbulkan bau
busuk.Klien juga merasa pusing, vertigo, dan gatal pada telinga.Dengan otoskop
tuba eustachius tampak bengkak, merah, suram pada telinga klien.
3) Riwayat kesehatan masa lalu
Klien mempunyai riwayat ISPA .
4) Riwayat kesehatan keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang
mengalami gangguan pada telinga sebelumnya.
3.2
PEMERIKSAAN
FISIK
Keadaan umum : sedang
Kesadaran : composmentis
Tanda-tanda vital : TD = 120/80 mmHg, S=370C, R=22 x/menit, N=92x/menit
TB :
168 cm
BB :
60 kg
1) Kepala : normocephal, kebersihan sedang
- Mata
: konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), pupil isokhor, RC +/+
- Telinga : simetris kiri kanan, lesi (+), otore
(+), tinnitus (+), otalgia (+)
- Hidung : septum tidak ada deviasi, penyumbatan
(-), perdarahan (-)
- Mulut : kebersihan baik, caries (-),
sianosis (-)
2) Dada
-
Paru : simetris kiri dan kanan, tidak ada
retraksi,
-
Jantung : DBN
3) Leher
-
Trakea : tidak ada deviasi trakea
-
Kelenjar tiroid : tidak membesar
-
Kelenjar limfonidi : tidak membesar
4) Abdomen : tidak ada kelainan
5) Genitalia : tidak ada kelainan
6) Ekstremitas : tidak ada kelainan
Pemeriksaan
Penunjang :
-
Hasil pemeriksaan
otoscope tuba eustachius tampak bengkak, merah, dan suram
-
Uji weber didapatkan
suara lebih jelas terdengar di telinga sebelah kanan ( telinga yang sakit )
11 Pola Fungsional Gordon
1) Pola
Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Klien
mengeluhkan nyeri dan keluar cairan pada
telinganya sejak seminggu yang lalu. Klien selalu menggunakan cottonbath untuk
membersihkan telinganya. Karena tidak ada tanda-tanda akan sembuh, lalu klien memerikasakan diri ke rumah sakit.
2) Pola
Nutrisi dan Metabolik
Pola makan klien
tidak terganggu yaitu 3 kali dalam sehari. Namun, porsinya lebih sedikit. Klien
tidak mengalami mual dan muntah.
3) Pola
Eliminasi
BAB dan BAK
klien tidak tergangu. Klien rutin BAB 1 kali dalam sehari dan klien BAK 3-4
kali dalam sehari.
4) Pola
Aktivitas dan Latihan
Klien sulit
beraktivitas karena nyeri yang dirasakan.
5) Pola
Istirahat dan Tidur
Pola tidur klien
terganggu karena ketidaknyamanan pada telinga akibat nyeri yang dirasakan.
6) Pola
Kognitif dan Persepsi
Klien tidak
dapat berkonsentrasi dengan baik dan sistem pendengaran klien terganggu.
7) Pola
Konsep Diri
Klien merasa
minder karena telinganya mengeluarkan bau yang tidak sedap dan klien merasa
tidak percaya diri.
8) Pola
Hubungan dan Peran
Peran klien di
lingkungan sekitar mengalami ganguan karena klien merasa malu dan harga diri
rendah akibat bau dari penyakitnya.
9) Pola
Seksualitas
Klien belum
menikah dan pola seksualitas klien tidak mengalami gangguan.
10) Pola
Koping dan Penanganan Stres
Klien merasa
cemas dan stres karena penyakitnya sehingga klien tidak percaya diri.
11) Pola
Keyakinan
Klien rajin
beribadah dan tetap melaksanakan ibadah seperti biasanya.
3.3
DIAGNOSA
KEPERAWATAN ( NANDA ), KRITERIA HASIL ( NOC ), DAN INTERVENSI KEPERAWATAN ( NIC
)
No
|
NANDA
|
NOC
|
NIC
|
1
|
Nyeri
akut b.d agen cidera biologis
DO:
-
Keluar cairan dari
telinga
-
Klien tampak meringis
-
TD: 120/80 mmHg
S: 370
N: 92 x/mnt
P: 22 x/mnt
DS:
-
Klien mengeluh nyeri
pada telinga
-
Klien mengeluh
telinganya berdenging
|
KONTROL
NYERI
Tindakan yang
dilakukan seseorang untuk mengontrol nyeri
Indikator
:
·
mengenali faktor
penyebab
·
menggunakan metode
pencegahan
·
mengguanakan metode
nonanalgetik untuk mengurangi nyeri
·
menggunakan analgesik
sesuai kebutuhan
TINGKAT
NYERI
hasil observasi atau
laporan tentang tingkat nyeri
Indikator
:
· melaporkan
adanya nyeri
· luas
bagian tubuh yang terpengaruh
· frekuensi
nyeri berkurang
· pernyataan
nyeri tidak ada
· ekspresi
nyeri pada wajah tidak ada
· tekanan
darah normal
keteganggan otot normal.
TINGKAT KENYAMANAN
Definisi
: Tingkatan dari ketentraman fisik dan psikologis
Indicator
:
·
Mampu melaporkan
perkembangan fisik
·
Mampu melaporkan
perkembangan kepuasan
·
Mampu melaporkan
perkembangan psikologi
·
Mampu mengekspresikan
perasaan dengan lingkungan fisik sekitar
·
Mampu mengekspresikan
perasaan dengan hubungan social
·
Mampu mengekspresikan
perasaan secara spiritual
·
Mampu melaporkan
kepuasan dengan tingkatan mandiri
·
Mampu mengekspresikan
kepuasan dengan kontrol nyeri
|
MANAJEMEN
NYERI
·
lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
·
observasi reaksi non verbal
dari ketidaknyamanan
·
gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
·
kaji kultur yang mempengaruhi
respon nyeri
·
evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
·
evaluasi bersama pasien dan
tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa lampau
·
bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan dukungan
·
kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
·
kurangi faktor presipitasi
·
pilih dan lakukan penanganan
nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter personal)
·
kaji tipe dan sumber nyeri
untuk menentukan intervensi
·
ajarkan tentang teknik non
farmakologi
·
berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
·
evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
·
tingkatkan istirahat
MANAJEMEN
LINGKUNGAN : KENYAMANAN
Aktifitas
:
· Tentukan pasien dan tujuan keluarga
untuk pengelolaan lingkungan dan kenyamanan optimal.
· Memberikan perhatian yang cepat untuk
memanggil lonceng yang harus selalu dalam jangkauan.
· Ciptakan lingkungan yang tenang dan
mendukung.
·
Sediakan
lingkungan yang aman dan bersih
·
Sesuaikan
suhu kamar dengan yang paling nyaman bagi individu, jika mungkin
· Sesuaikan pencahayaan untuk memenuhi
kebutuhan kegiatan invidual, menghindari cahaya langsungdi mata
· Memfasilitasi tindakan kebersihan
untuk menjaga individu nyaman (menyeka
alis, menerapkan krim kulit,
atau membersihkan tubuh, rambut, dan
rongga mulut)
·
Posisipasienuntuk
memfasilitasikenyamanan (misalnya,
dengan menggunakan prinsip-prinsipkesejajaran tubuh,
dukungan dengan bantal, sendi dukungan
ADMINISTRASI
ANALGESIK
Defenisi: menggunakan agen farmakologi untuk
mengurangi nyeri
Aktifitas:
·
Menentukan lokasi,
karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
·
Periksa order/pesanan
medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan analgesic
·
Cek riwayat alergi
obat
·
Tentukan analgesic
yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
·
Utamakan pemberian
secara IV dibanding IM sebagai lokasi penyuntikan, jika mungkin
·
Monitor TTV sebelum
dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis pertama atau jika ada
catatan luar biasa.
·
Cek pemberian
analgesic selama 24 jam untuk mencegah terjadinya puncak nyeri tanpa rasa
sakit, terutama dengan nyeri yang menjengkelkan
·
Mengevaluasi
efektivitas analgesic pada interval tertentu, terutama setelah dosis awal,
pengamatan juga diakukan melihat adanya tanda dan gejala buruk atau tidak
menguntungkan (berhubungan dengan pernapasan, depresi, mual muntah, mulut
kering dan konstipasi)
·
Dokumentasikan respon
pasien tentang analgesic, catat efek yang merugikan
|
2
|
Gangguan persepsi panca indera: auditorius b.d. Gangguan penghantaran
bunyi pada organ pendengaran
DO:
-
Pendengaran klien
terganggu
-
Keluar cairan dari
telinga
-
pemeriksaan otoscope tuba eustachius tampak
bengkak, merah, dan suram
-
Uji weber didapatkan
suara lebih jelas terdengar di telinga sebelah kanan ( telinga yang sakit )
DS:
-
Klien merasa
terganggu pendengarannya
-
Klien merasa
telinganya berdenging
|
a.
Kompensasi
Tingkah Laku Pendengaran
Indicator:
·
Pantau gejala
kerusakan pendengaran
·
Posisi tubuh
untuk menguntungkan pendengaran
·
Menghilangkan
gangguan
·
Memperoleh alat bantu
pendengaran
·
Menggunakan layananan
pendukung untuk pendegaran yang lemah
·
Memperoleh intervensi
yang berhubungan dengan pembedahan
|
1.
Peningkatan
komunikasi : deficit pendengaran
Aktivitas:
·
Janjikan untuk
mempermudah pemeriksaan pendengaran sebagaimana mestinya
·
Beritahu pasien bahwa
suara akan terdengar berbeda dengan memakai alat bantu
·
Jaga kebersihan alat
bantu
·
Mendengar dengan
penuh perhatian
2.
Dukungan
emosi
Aktivitas:
·
Berdiskusi dengan
pasien tentang emosi yang dirasakan
·
Bantu pasien dalam
mengenali perasaan seperti cemas, marah, atau sedih
·
Dorong pasien untuk
mengunkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih
·
Perhatikan
pengungkapan perasaan dan keyakinan
·
Sediakan identifikasi
pasien terhadap pola tanggapan yang umum terhadap ketakutan
·
Beri dukungan selama
fase penolakan, marah, tawar menawar, dan fase penerimaan terhadap duka cita
3. Pencegahan jatuh
Aktivitas:
·
Identifikasi
kelemahan kognisi dan fisik pada pasien yang barangkali meningkatkan potensi
untuk jatuh pada lingkungan tertentu
·
Identifikasi
karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan potensi untuk jatuh (misal
,lantai licin dan jenjang yang terbuka)
·
Sediakan alat bantu
(misal, tongkat dan alat bantu berjalan) untuk gaya berjalan yang kokoh
·
Pelihara alat bantu
supaya berfungsi dengan baik
Ajarkan pasien bagaimana cara
jatuh untuk meminimalkan cedera
|
3
|
Cemas
b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakit
DO:
-
Klien tampak cemas
-
Klien tidak percaya
diri
-
Klien malu dengan
lingkungan sekitar
DS:
-
Klien mengatakan
tidak tau tentang penyakitnya
-
Klien mengatakan malu
karna bau akibat penyakitnya
|
a.
Kontrol
cemas
Indikator :
Pantau
intensitas kecemasan
Menyingkirkan
tanda kecemasan
Mencari
informasi untuk menurunkan cemas
Mempertahankan
konsentrasi
Laporankan
durasi dari episode cemas
b.
Koping
Indikator:
Memanajemen
masalah
Melibatkan
anggota keluarga dalam membuat keputusan
Mengekspresikan
perasaan dan kebebasan emosional
Menunjukkan
strategi penurunan stress
Menggunakan
support sosial
|
Penurunan kecemasan
Aktivitas:
Tenangkan
klien
Jelaskan
seluruh posedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada
saat melakukan tindakan
Berikan
informasi diagnosa, prognosis, dan tindakan
Berusaha
memahami keadaan klien
Kaji
tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan
Gunakan
pendekatan dan sentuhan, untuk meyakinkan pasien tidak sendiri.
Sediakan
aktivitas untuk menurunkan ketegangan
Bantu
pasien untuk identifikasi situasi yang mencipkatakan cemas
Instruksikan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi
Peningkatan koping
Aktivitas:
Hargai
pemahamnan pasien tentang pemahaman penyakit
Gunakan
pendekatan yang tenang dan berikan jaminan
Sediakan
informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis
Sediakan
pilihan yang realisis tentang aspek perawatan saat ini
Tentukan
kemampuan klien untuk mengambil keputusan
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi strategi positif untuk mengatasi keterbatasan
dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran
|
BAB
IV
PEMBAHASAN
Klien Tn. Y (20 th) datang ke RS dengan keluhan
nyeri pada telinga, sulit mendengar, dan
terdengar berdenging. Klien juga merasakan pusing dan gatal pada telinga sejak
seminggu terakhir. Adanya tinnitus, otalgia pada telinga sebelah kanan sejak
seminggu yang lalu.Klien mengalami otore yang menimbulkan bau busuk.Klien juga
merasa pusing, vertigo, dan gatal pada telinga.Dengan otoskop tuba eustachius
tampak bengkak, merah, suram pada telinga klien. Klien mempunyai riwayat ISPA .
Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan pada telinga sebelumnya. Pada saat
diperiksa keadaan umum klien: sedang, kesadaran : composmentis, tanda-tanda
vital: TD = 120/80 mmHg, S=370C, R=22 x/menit, N=92x/menit, TB : 168
cm, BB : 60 kg. Pada pemeriksaan fisik klien semuanya normal kecuali pada
bagian telinga.
Analisa data senjang yang
didapat adalah sebagai berikut:
Teori
|
Fakta yang terlihat pada Tn. Y
|
Anoreksia
Mual
dan Muntah
Demam
|
Tn. Y tidak mengalami anoreksia, Tn. Y tetap makan 3 kali.
Mungkin pasien merasa kalau makan itu penting untuk kesehatan
Tn. Y tidak mengalami mual dan muntah
Tn. Y tidak mengalami peningkatan suhu tubuh, suhu tubuhnya 37ºC
|
BAB
V
PENUTUP
5.1
Kesimpulan
Otitis
berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media
berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.
Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media
yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
5.
Otitis media akut
Otitis media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh
periosteum telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
6.
Otitis media serosa
Otitis
media serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah
tanpa adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai
akibat tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba
eustachii.
7.
Otitis media kronik
Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai mukosa dan struktur
tulang di dalam kavum timpani.Otitis Media Kronik sendiri adalah kondisi yang
berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan biasanya disebabkan oleh
episode berulang Otitis Media Akut yang tak tertangani.
5.2
Saran
Melalui makalah ini diharapkan
nantinya calon profesi perawat dapat mengkaji penyakit klien dan memberikan
asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan indikasi keluhan klien dan dapat
mempraktekkan tindakan-tindakan keperawatan yang sesuai dengan konsep yang
telah teruji kebenarannya sehingga kesalahan-kesalahan yang terjadi di lapangan
dapat diminimalisir dan tim perawat pun semakin diakui kelayakkannya sebagai
salah satu tim pelayanan kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar